Bekerja bersama Torajamelo telah membawa saya ke Mamasa, pada pertengahan Maret lalu. Dengan tim kerja berjumlah lima orang dan tambahan seorang antropolog yang sedang melakukan riset, kami membawa misi untuk mengadakan pesta tenun dan membawa pulang keriaan Sole Oha – sebuah pameran perayaan penenun dari empat wilayah, salah satunya adalah Mamasa. Kami ingin para penenun yang waktu itu tidak dapat datang ke Jakarta untuk mengikuti Sole Oha, juga bisa merasakan luapan semangat kebanggaan atas tenun mereka.
Antusias, tentu saja. Jika pada tahun sebelumnya bersama IKKON saya menginjakkan kaki ke Toraja, kali ini saya berkesempatan mengunjungi tetangganya yang masih bersaudara dekat.
Menuju Mamasa
Terbanglah kami ke pulau Sulawesi. Pukul 8 pagi waktu Indonesia Tengah, kami telah mendarat di Bandara Sultan Hasanuddin. Lalu, perjalanan ke Mamasa dilanjutkan dengan perjalanan darat sekira 10 jam, dengan mobil sewaan.
Perhentian pertama kami adalah untuk sarapan di Coto Dili, lokasinya tak terlalu jauh dari Bandara. Eh, tapi ini bukan menu dari kota Dili, lo. Nama Dili hanya merek saja, tapi menunya tetap Coto Makassar, dengan pilihan ketupat atau buras, sebagai pasangannya. Setelah kami kenyang menyantap masakan khas ini, kami siap menempuh perjalanan, yihaaa!
Dari Maros, kami terus menyisir pantai mulai dari Pare-pare, Silopo, hingga Polewali Mandar. Di sinilah kami rehat sejenak untuk makan siang, ikan bakar dan tumis kangkung. Selesai makan, menyempatkan barang sebentar ke pantainya yang berada persis di samping restoran. Beberapa perahu Mandar sedang tertambat di tepi pantai dan langit cerah, maka tangan mana yang tidak ingin merekamnya melalui kamera?
Tidak bisa lama kami menikmati pantai, kami harus segera melanjutkan perjalanan, agar tiba di Mamasa tidak terlalu larut. Dari Poliwali, perjalanan mulai menanjak, meninggalkan pantai ke daratan tinggi. Mamasa memang berada di daerah pegunungan. Sejak semula berangkat, Bu Dinny Jusuf, sebagai tim leader sudah mengingatkan persiapan untuk melawan hawa dingin serta kemungkinan curah hujan yang tinggi. Sleeping bag, menjadi salah satu rekomendasi barang yang harus dibawa, selain jaket dan jas hujan. Sekitar pukul 18.00 akhirnya kami sampai di gerbang perbatasan Mamasa, tapi perjalanan belum sampai di tujuan akhir. Baru pukul 19.30, kami sampai di pusat Kabupaten Mamasa – yang biasa disebut dengan Mamasa Kota), singgah semalam di Hotel Dian Satria, sebelum keesokan harinya terjun ke Desa Balla Satanetean, bekerja dan berpesta. Hari pertama ini habis untuk perjalanan.
Live-In Desa Satanetean, Mamasa: Kerja, Belajar, Pesta Rasa Liburan
Setelah diwanti-wanti, malam harinya, tim harus siap berangkat pukul delapan pagi. Perjalanan dari Mamasa kota menuju Desa Satanetean mencapai satu jam, dengan medan jalan yang tidak semuanya mulus. Beberapa kali, kami melewati gunung yang ditambang untuk diambil batu atau tanahnya. Kalau dibandingkan dengan Toraja, pemandangan di sini sedikit lebih kering. Berbeda dengan di Toraja yang sejauh mata memandang akan terlihat menghijau. Tapi tetap Mamasa memiliki keindahannya tersendiri.
Begitu sampai di Desa Balla Satanetean, kami langsumg menuju ke Tongkonan, tempat kami menginap. Iya, memang nama rumah adat di Mamasa ini sama penyebutannya dengan di Toraja, karena pada dasarnya mereka memang keturunan suku Toraja.
Karena tujuan utama kami adalah untuk bekerja, otak langsung mengkondisikan untuk persiapan pameran yang berlangsung kurang dari 24 jam lagi. Kami langsung memetakan peruntukkan pameran yang memang akan dilaksanakan di kompleks Tongkonan tersebut.
Kegiatan tersebut dijeda karena kami diundang untuk mengikuti pembukaan Musyawarah Wilayah Serikat Perempuan (PEKKA), induk dari kegiatan pameran kami. Torajamelo memang bekerja bersama PEKKA dalam pembangunan komunitas penenun di Mamasa. Yang seru ternyata acara ini adalah musyawarah pertama sekaligus pembentukkan serikat PEKKA. Menyenangkan bisa sekilas melihat ibu-ibu rumah tangga ini berproses, berorganisasi, dan bersuara. Melihat langsung bagaimana demokrasi berlangsung dalam lingkup kecil sangat menginspirasi. Apalagi dengan mengetahui latar belakang kehidupannya. Rata-rata dari mereka adalah kepala dan atau tulang punggung keluarga. Ada semangat yang ikut tertularkan berada di forum tersebut.
Setelah melakukan screening kebutuhan pameran, siang itu juga seorang teman harus kembali ke kota, untuk mencetak poster dan membeli keperluan. Sementara yang di Desa kembali mengikuti proses pemilihan perangkat organisasi. Kemudian dilanjutkan geladi bersih untuk fashion show dalam acara pesta tenun. Persis seperti Sole Oha di Jakarta, peragaan busana dari Torajamelo juga menjadi highlight dalam pesta tenun ini. Seru deh latihan bersama ibu-ibu ini, mulai dari yang masih malu-malu, bingung, tapi antusias dengan acara ini.
Selesai latihan, matahari sudah bersembunyi, dingin mulai terasa. Pastinya paling enak makan malam lalu leyeh-leyeh istirahat. Oh, tapi giliran saya yang harus ke kota. Harus ambil petty cash, bareng teman untuk mengambil poster yang dicetaknya siang tadi. Hampir larut saat kami kembali ke Desa Balla Satanetean. Maklum, dua jam perjalanan pulang perdi ditambah waktu tunggu karena poster yang dipesan belum selesai dan menunggu titipan martabak matang. Level energi sudah berada di batas bawah, mau tidak mau harus segera beristirahat. Waktu pameran hanya sudah kurang dari 12 jam lagi. Pasti butuh energi lebih saat menyelenggarakan acara. Dingin angin gunung semakin terasa. Suhunya menyentuh angka 15ºC. Waktunya sleeping bag beraksi.
Hari H: Pesta Tenun Mamasa
Saya terbangun saat alarm berbunyi cukup kencang, artinya sudah jam 4.50 WITA. Masya Allah, tapi dingin luar biasa, kemudian saya kembali meringkuk dalam dekapan sleeping bag. Tidak sepenuhnya tidur, karena otak sudah diset untuk segera bangun dan menata display pameran. Satu per satu anggota tim mulai bangun, tapi tak ada yang beranjak turun. Sambil ngobrol dan sarapan singkong rebus, kami mengumpulkan tekad dan kekuatan untuk mandi di pagi yang dingin. Hihi.
Kemudian saya memilih urutan kedua, untuk mandi, semakin siang pasti semakin antri. Dingin ya sudah, saya sudah pernah merasakan seperti keramas dengan air es ketika di Batutumonga, Toraja. Tapi ternyata, air di sini justru tidak sedingin di Batutumonga. Tapi untuk pertama kalinya saya merasakan sensasi mandi hingga tubuhnya mengeluarkan uap, bukan cuma hembusan napas aja. Norak? Iya memang. Tapi seru banget lihat badan beruap dari pundak, lengan, setelah diguyur air.
Dan urusan mandi kelar kami mulai menggarap tata letak pameran. 17 kain tenun dan puluhan foto acara Sole Oha dan kegiatan di Mamasa sebelumnya menjadi materi pameran. Di antaranya ada kain tenun sepanjang 10 meter yang ditata secara artistik, dan menjadi spot paling favorit untuk berfoto.
Sambil persiapan pameran, acara resmi yang berupa diskusi sudah dimulai di dalam gedung. Kemudian menjelang diskusi bersama Torajamelo, tentang pemberdayaan ekonomi kreatif, kami mulai dibisiki untuk bergabung ke arena indoor. Dan tentunya untuk persiapan fashion show, salah satu acara yang paling ditunggu oleh segenap yang hadir.
Jreng, jreng, waktunya peragaan busana. Wah seneng banget lihat transformasi ibu-ibu ini. Pada saat show, berlangsung seru, dan mereka terlihat lebih percaya diri ketimbang saat latihan. Dengan konsep menyandingkan baju adat dengan pakaian yang sudah didesain oleh Torajamelo, fashion show yang ditangani oleh Sofia Sari Dewi, berlangsung gemilang.
Fashion show ini kemudian ditutup dengan model-model ini menggandeng para tamu untuk diajak ke lokasi pameran di komplek Tongkonan. Mendapat kejutan, acara gandeng menggandeng ini juga menjadi bagian yang ramai dengan sorak sorai hadirin.
Acara tapi masih belum usai, rangkaian pesta tenun ini ditutup dengan malam budaya. Sebuah pesta dari dan untuk kita. Ini acara hura-hura, sebagai penghargaan kepada seluruh pihak yang terlibat, mulai dari masyarakat Desa Balla Satanetean, PEKKA, dan Torajamelo. Mulai dari karaoke dengan organ tunggal hingga pertunjukkan tari-tarian dari Mamasa. Seru? Banget!
Segitu aja nih cerita dari Mamasa? Oh tentu masih ada penggalan cerita lain, biar menjadi postingan lainnya ya. Kamu juga pengalaman dinas rasa liburan? Share juga dong!
[…] hampir beranjak senja saat semua sudah berkumpul untuk acara gelar budaya dalam rangkaian Pesta Tenun di Desa Balla Satanetean, Mamasa. Ada empat kesenian tradisional Mamasa ditampilkan sekaligus. Ada […]
Pasti seru banget ya pamerannya. Dan mandi sampai badan mengeluarkan uap itu jadi pengalaman unik banget.
Hihi, iyaa…
jadi penasaranbsama mamasaaa….wuaaa…
asik banget ya .. kya jalan2 tapi dibayarin kantor. hhe. di kantor lama plg aku cm bolak balik SG doank
ini nih yg ga bikin bete kalo kerja rasa liburan
ah kainnnnn toraja
Keren deh kerja sambil melihat budaya setempat.
materi nya keren banget.. dapat banyak hal baru.. tapi bang https://www.ekasiregar.com usul nih spaya fontnya di kecilin.. kok di saya gede banget ya.. jadi bacanya agak pusing…
Hihi, iya nih Bang, belum sempat otak atik tampilan blog lagi. Kmrn sempat fontnya dikecilin size hurufnya, tapi jadi kekecilan pas kondisi desktop preview. Mungkin yang harus diganti adalah type fontnya.
Kalau di laptop saya masih pas2 aja sih, tapi begitu pakai mobile web, memang jadi kebesaran.
keren ya kerja sambil wisata juga. Ulas lebih dalam lagi kak ttg mamasa.
https://helloinez.com
Seru ya kerja sambil jalan2 dan mengenal budaya daerah
Beruntung banget kak bisa kerja sambil jalan-jalan. Jalan-jalan udah kayak bonus yaaa. Apalagi ada pesta tenun, bonus dalam bonus itu 😀
Anak2 kubbu banyak yg dapet bonus kerja sambil jalan2 euy… palingan gw mah gathering doang hahaha…
Wagelahseh ini Keren banget. Mau tenunnya 😂
Sepertinya di setiap sudut sulaweai ada hal menarik yang bisa di jejahi. Apalagi lautnya
Beruntung banget..bisa kerja sekaligus jalan jalan.
Kain tenunnya bagus dan cerah cerah warnanya.
Tambah lagi deh pengetahuan tentang alam Indonesia, budaya dan karya seninya
Wih keren… Mamasa.
Itu kain tenun yg 10 meter warna biru bagus bget ya
wow mamasa.. saya pernah jalur darat via mamuju
waw keren jalan2 mengasyikkan itu ya bisa menikmati kebudayaan setmpt dan melihat langsung hasil karya merrka yg cantik seperti kaen tenun yang indah itu.. asik mbak..
seru bangeeet kak ayu, dinas sekalian jalan2 dan belajar budaya Mamasa lebih dekat.
btw, bakal ada ulasan malam budaya dan budaya-budaya Mamasa lainnya nggak nih?
aku mau baca banget, menarik liat foto2nya apalagi 3 foto yang paling bawah hehe
Kemarin gak sempet nyatet nih yg kesenian Mamasanya… tapi ada tulisan lain tentang beberapa desa adat di Mamasa
Wah enak banget nih, dinas rasa liburan 😍
Tetep sih namanya dinas, ada hal yang harus dipertanggungjawabkan *sedang kejat setoran bikin laporan
Seru banget cerita perjalanannya heheeh
Saya kok sampai sekarang blm bs memahami kenapa tenun dibilang bagus. Kurang nyeni memang
Hihi, bukan kurang nyeni, memang gak passion sama textile aja kali Bang. Aku sendiri suka tenun karena terkesan tradisional dan etnik. Ukuran bagus enggaknya tetep subjektif
Seru banget ya bisa ngerasain seperti itu.. Btw, yang Desa Satanetean, sekilas dibacanya Desa Santetan 😀
🤣🤣🤣 aku juga suka gitu, baca tulisan kebacanya malah apa….
Beruntungnya yang bisa kerja sambil jalan-jalan. Apalagi dapet bonus pemandangan cantik berbagai kain tenun 😍
Hihi iyaaa, meeting the weavers itu bonus paling seru
jadi pengen beli tenun nihhh baca tulisan ini
Beli, beli, kalau dah lihat proses bikinnya rasanya lihat harga yg kadang suka nguras dompet jadi terasa wajar.
Semoga bisa beli tenun dari daerah ini juga. Soalnya koleksi tenun dari daerah.
Khasnya dari Mamasa adalah tenun sungki (teknik tenun songket) dan tenun Pallawa. Kuylah main ke Mamasa, tapi kalau mau beli yang udah ada cap Torajamelo-nya juga boleee… (*lho kok malah dagang)
Sulawesi punya tenun yang unik, semoga bisa main kesana juga
Iya, mainlah ke sini. Jangan beli tenun Sulawesi made in Troso yaaa…
Lihat foto tenun cantiknya aja aku udah bahagia, Kak Ayu, apalagi ikutan pesta tenunnya. Lucky You 😊
😘😘😘
Pernah.. 1 bulan di Bali.. dan akhirnya bosen juga wkwkwk.
Hihi, jadi honeymoon periodnya cuma berapa hari?
eh aku dikasih honeymoon sih Mbak.. karena tugas 1 bln dpt tiket gratis buat si mas ke Bali wkwkwkwk.. lumayan 3 hari laah haha
Ealah, malah honeymoon beneran, kok seru siiihh….
hahahaha
Enak banget ya kalau bisa dinas sambil jalan-jalan begini. Dan itu, pesta tenun? Waahh tambah bahagia banget, deh.
Bahagia! Semoga terus berjodoh dengan kerjaan ini, soalnya katanya berikutnya adalah Lembata…
Seru abis ka perjalananya, ini kerja rasa jalan-jalan yah.
iya jalan-jalan yang menghasilkan tanggung jawab output, 😂😂
Seru kak perjalanannya.. jauh sekali ya 10 jam.. tapi kalo ke yang daerah kita blm pernah sih akan selalu menyenangkan..
Haha, iya, untung sudah terlatih naik kendaraan pas mudik lebaran, bisa sampe 14 jam bahkan pernah 20 jam
Itu tenunnya cakep banget ya. Pantainya juga baguss
Hihi, iyaa… tenun yang menjuntai itu, panjangnya sampai 10 meter, dibuat dari benang woll, jadi tebel dan anget
Sensasi mandi hingga tubuhnya mengeluarkan uap. Wow….
Daerah Dieng juga dingin, pernah nyobain pas wudhu mau shalat Dzuhur. Serasa cuci muka pakai air es.
Iya, mandi beruap ini yang paling berkesan di trip ini. Padahal airnya gak sedingin air es
Saya ke Mamasa sudah lama sekali… Terimakasih…tulisan kakak mengingatkan kembali akan kenangan trip nekat saya berkeliling Sulawesi selatan Sulawesi Barat.
Wah kapan tuh Mbak Tuty? Kalau cerita dari tim leader saya, sekitar 5 tahun lalu saat dia mulai bekerja bersama penenun Mamasa, infrastrukturnya masih kacau sekali.
Saya ke Sulawesi Selatan dan Barat karena tertarik dengan kehidupan sosial budayanya. Saya singgah ke Mamasa hari Minggu pagi, pas saat mereka ibadah minggu, termasuk para penenun. Yang menarik setelah ibadah, jemaat lalu menggelar makan bersama. Demikian juga yang saya lihat di beberapa desa sepanjang Mamasa.
Kamu tuh kerja pa lan-jalan sih Yuk? #netizenNYINYIR😂
Akyu suka ceritanyaaaaa, ditunggu cerita selanjutnya my love💕
dua-duanya, hahahahaha. Oh, dan nantikan TLD Blog saya yah… utang2 toraja utara Insya Allah dibayar lunas di sana!
sulawesi . daerah impian yang belum kesampeaann huhuhu
Iyaaaa… aku pun baru menjamah 3. Toraja Utara, Makassar (blm semua juga), dan Mamasa. Masih buanyak yang belum
Keren kunjungan kerja rasa jalan2nya.
Cara pembuatan tenun masih tradisional bangeut tuh.
Hahaha, lihat di posternya ya Bang Yud? Itu lagi bikin Pallawa, hasilnya cuma selebar 3 cm maksimal
Kerjaannya bikin mupeng
🙂 yakinlah semua kerjaan selalu ada bagian yang menyenangkan dan tidak menyenangkan
Enak ya yg bisa kerja sambil jalan2. Gw mah boro2..
Tapi uangnya gak semulus yang kerja kantoran. Namanya juga freelance, Den
Owalah freelance toh 😅
Tapi mayanlah kesana gretong..
ah seru sekali kerjanya kak, bisa sambil wisata juga.
Hihi, tapi freelance… kerja mah sama aja, selalu ada enak dan gak enaknya
kain tenunnya bagus-bagus, warnanya ngejreng
Iya Mas Achi… merah dan emas itu warna favorit di sini
Seru kak.. Tp menurutku lbh seru lg kalo ada fotonyaa. Aku penasaran hihi.
Btw udh lama engga dines jauh, baca tulisan kakak jadi kangeuunn
Ini masih siedit lagi… wkwkwkwk, semalem ngejar jam buat setor link dulu
Hihi, nih dah kelar editnya
Waah iyaa kak.. Mantapp jd ilang penasarannya hihi